“Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Luk. 17:10)
Apakah hamba itu?
Arti sebenarnya hamba itu adalah budak, yaitu seorang yang sudah tidak punya hak atas dirinya lagi. Sebab dia telah dibeli atau ditawan oleh orang lain. Dia tidak punya hak apa-apa atas dirinya sendiri, tapi hanya punya kewajiban belaka. Dia tidak diberi upah dalam bekerja, bisa diperjual-belikan, bisa disakiti bahkan dibunuh tanpa ada yang akan protes. Bahkan anaknya pun bisa dijual kepada orang lain. Itulah seorang hamba atau budak dalam arti sebenarnya.
Pada zaman dahulu terdapat sistem perbudakan yang luar biasa kejamnya. Bila terjadi peperangan beberapa tawanan dapat dijadikan budak oleh pemenangnya. Atau negara yang dijajah, rakyatnya dapat juga dijadikan budak oleh penjajahnya. Di Amerika Serikat umumnya para budak didatangkan dari Afrika, berupa orang kulit hitam.
Namun kemudian di negara Amerika itu telah terjadi peperangan saudara antara daerah utara dan selatan. Di akhir peperangan itu sistem perbudakan pun dihapuskan. Perlu perjuangan yang lama dan gigih agar dapat berhasil. Di masa sekarang ini perbudakan telah tiada. Sehingga tidak lagi terdengar penderitaan sebagai hamba atau budak.
Budak yang dilepaskan
Tahun 1807 ada seorang budak wanita dari Afrika siap dijual di pasar budak di Amerika. Wanita itu diikat kuat sekali sebab dia selalu berontak, mencakar dan menggigit siapa saja yang di dekatnya. Wanita itu liar dan ganas. Sehingga tidak ada orang yang berani membelinya.
Namun kemudian datang seorang pria, bangsa kulit putih, ke pasar itu untuk melihat-lihat budak. Dia tertarik ketika melihat budak wanita tadi. Dia mendekat ingin melihat budak wanita tadi, ternyata si budak itu pun menunjukkan sikap permusuhan. Namun pria ini justru membeli si budak tadi.
Diikatnya wanita tadi dan dibawanya. Wanita itu memberontak. Tapi sampai di rumah, pria itu menulis surat. Lalu setelah rantai pengikatnya dilepaskan, pria itu berkata lembut, “Hai, wanita. Kini kau bebas pergi kemana saja. Ini surat pembebasanmu.” Setelah memberi surat pembebasan itu, si pria kulit putih tadi pun pergi meninggalkan dia.
Wanita yang semula amat beringas itu tiba-tiba terdiam. Dipegangnya surat itu dengan gemetar. Airmatanya pun menetes. Dia segera mengejar pria itu lalu berlutut dan berkata, “Tuan, aku ingin menjadi budakmu.” Pria itu bertanya heran, “Mengapa engkau ingin menjadi budakku? Bukankah engkau sudah kubebaskan?” Wanita itu menjawab, “Tuan, pada saat aku bebas, aku akan segera menjadi budak lagi saat ditangkap oleh orang jahat. Tapi disini aku merasa tenang karena aku merasakan kebaikan Tuanku.”
Sama seperti Yesus
Bukankah kita juga sama seperti wanita budak itu? Kita mula-mula adalah budak iblis yang terikat erat dengan bermacam-macam perbuatan dosa. Kita sulit terlepas dari ikatan dosa itu. Sehingga kelak kita akan mati dan mendapat hukuman di neraka. Namun kemudian datanglah Yesus. Dia telah menebus kita dengan darahnya dan membebaskan kita dari perbudakan iblis. Oleh karena itu jika kita mati kelak, kita pasti akan hidup bersama Tuhan di Sorga.
“Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.” (Roma 6:22)
Namun apa bila kita suatu saat melepaskan diri dari Yesus, kita pasti akan ditangkap lagi oleh iblis yang selalu mengincar kita. Karena itu saat kita dibebaskan, kita akan selalu mengabdi sebagai hamba kepada Yesus. Kita harus menjadi hamba Tuhan yaitu hamba Kebenaran. Siap melakukan apa saja demi Tuhan Yesus.
Hamba Tuhan
Menjadi hamba Tuhan adalah sebutan bagi kita semua, yaitu orang-orang yang percaya pada Yesus. Bahkan kini telah menjadi sebutan khusus bagi pelayan Tuhan sepenuh waktu atau seorang pendeta. Hamba Tuhan itu pengertiannya adalah seseorang yang dengan rela mengorbankan dirinya untuk menjadi hamba atau budak dari Tuhan.
Dia tidak mendapat gaji atau upah. Dan jika dia adalah pendeta maka dia hanya hidup dari pemberitaan Firman Tuhan melalui persembahan umat Tuhan. Dia tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri sebab hanya Tuhanlah semata-mata tujuan hidupnya. Dia bekerja tidak kenal lelah.
Dia bahkan juga bisa dibunuh selama menjalankan tugasnya. Hanya bedanya bukan Tuhan yang membunuhnya tetapi orang lain yang tidak senang pada pekerjaannya. Dia tidak mencari kemuliaan atas dirinya sendiri. Dia harus melindungi jemaatnya dari ulah iblis dan sekutunya. Itulah ciri-ciri hamba Tuhan yang sebenarnya.
Tetapi jika hamba itu justru hanya sibuk mencari kekayaan pribadi, mencari nama dan pujian, dan hanya ingin yang enak-enak saja, tanpa mau peduli dengan jemaatnya, berarti dia bukanlah hamba Tuhan, tetapi hamba untuk dirinya sendiri.
Apa yang harus dikatakan
Sesuai ayat pokok di atas, apabila kita telah selesai mengerjakan perintah Tuhan baik dalam melayani, memberitakan Firman Tuhan, atau kadang-kadang proyeknya Tuhan, kita tidak boleh sama sekali mengambil kemuliaan Tuhan. Kita hanyalah sebagai pelaksana, bukan yang punya pekerjaan itu.
Ingatlah Tuhan mengajarkan kepada kita agar kita berkata, “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Ya, kita hanya cukup melakukan apa yang Tuhan perintahkan. Kita jangan mengharapkan pujian atau sanjungan atas perbuatan itu.
Marilah hambaKu yang baik
Lebih baik kita yang mengatakan “Kami adalah hamba yang tidak berguna”, daripada Tuhan yang berkata, “Hai kamu, hambaKu yang jahat dan malas!” Sebab jika kita berkata kita tidak berguna, justru sebaliknya Tuhan yang akan berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” Demikianlah Firman Tuhan. Tuhan memberkati. Amin.
Yohannes Lie, Minggu 21 Juli 2019
Sumur Batu, Kamis 24 Agustus 2023
GPdI Anugrah, Rudi Andreas, Minggu 27 Agustus 2023
Siaran Agape, Selasa, 16 Jan 2024