Kamis, 31 Oktober 2024

Belajarlah pada Semut

 Nasihat


“Semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas” (Ams. 30:25)

Semut mahluk yang kecil

Ketika masih remaja, saya sering memperhatikan serangkaian semut sedang berjalan beriringan. Mereka berjalan satu per satu pada jalur tertentu. Tidak berrebutan untuk saling mendahului. Bila berpapasan dengan temannya yang pulang, mereka akan saling menempelkan antenenya. Rupanya ketika itu mereka sedang memberi informasi kepada yang lain. Saya senang memperhatikan mahluk kecil ini. 

Ya, semut ini adalah mahluk yang cukup kecil. Namun mereka bergerombolan menjadi suatu pasukan yang amat hebat. Ketika menghadapi musuhnya, mereka akan berperang tanpa pernah takut. Bahkan terkadang mereka berperang sampai mati demi membela bangsa semut. Mereka tidak takut dengan binatang yang lebih besar. Mereka bahkan berani melawan kecoa, laron, atau anak burung. Manusia yang mengganggunya pun digigitnya, walau mungkin mereka akan mati karenanya.

Semut sebetulnya amat kuat

Dan semut ini sebetulnya amat kuat dibandingkan ukuran tubuhnya yang kecil. Walaupun nampaknya ia lemah karena mudah dibunuh oleh mahluk lain, namun mereka kuat ketika membawa benda yang lebih besar dari ukuran tubuhnya. Saya memperhatikan bagaimana mereka membawa makanan yang mereka temukan. Apakah gula, kue-kue, binatang mati yang jauh lebih besar, atau daun-daunan, mereka akan membawanya. Bahkan benda-benda yang beratnya mungkin beberapa kali berat tubuhnya, mereka sanggup membawanya ke sarangnya. Sesungguhnya mereka amat kuat. 

Waktu kecil pun saya pernah bermain dengan tiga jari, yaitu jari jempol yang berarti gajah, jari telunjuk berarti orang, dan jari kelingking berarti semut. Peraturannya semut kalah dengan orang, sedang orang kalah dengan gajah. Tapi anehnya, ternyata gajah kalah dengan semut. Dikatakan gajah tidak bisa membunuh semut, tapi semut bisa membunuh gajah dengan menggigit dalam telinganya. Kalau dipikir-pikir memang lucu dan aneh, sebab bagaimana mungkin gajah kalah dengan semut. Tetapi itulah permainan. Semut ternyata memiliki kelebihan, walau pun hanya dalam permainan anak-anak.

Bergotong-royong

Keunggulan lain dari semut adalah jiwa gotong-royongnya. Dulu mungkin kita masih suka bergotong-royong dengan para tetangga kita. Namun saat muncul kesibukan dalam pekerjaan, mulailah luntur sikap kita itu. Bahkan mungkin kita tidak saling mengenal dengan tetangga kita. Tetapi semut tetap memiliki jiwa itu. 

Saat mereka bergerak bersama, saat membangun suatu komunitas, saat menghadapi bahaya, dan lain-lain, mereka tetap bersatu. Bahkan ketika berusaha menyeberangi sungai, mereka saling mengaitkan tubuh satu dengan yang lain. Sehingga akhirnya mereka bisa mencapai seberang. Sungguh suatu pribadi yang amat luar biasa, yang sulit bagi kita untuk mengikutinya.

Belajarlah pada semut

Amsal 30:25 menuliskan bahwa “Semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas”. Jadi walaupun semut itu tidak kuat dibandingkan manusia, tetapi mereka itu rajin. Mereka bersama-sama berusaha menyediakan persediaan makanannya pada musim panas. Jadi ketika datang musim dingin dimana banyak makanan alami akan menghilang, mereka sudah siap dengan cadangan makanan tersebut. Amanlah hidup mereka.

Dan di dalam Amsal 6:6-8 juga dikatakan, “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.” 

Jadi jika seseorang hidupnya amat malas. Malas melakukan apa pun. Hanya makan, bermain-main, dan tidur saja yang dikerjakan, mereka harus belajar dari semut ini. Pergilah kepada semut dan perhatikan lakunya. Mengapa? Supaya orang itu bisa berubah menjadi bijak. Dia yang semula malas saja, akan berubah menjadi rajin saat itu. Sebab semut itu, walaupun tanpa pemimpin yang mengaturnya atau penguasa yang ditakuti, namun mereka dapat menyediakan makanan di waktu panen.

Bukankah seharusnya jika membaca ayat itu, kita harus melepas segala kemalasan kita. Kita harus giat lagi bekerja untuk menyediakan makanan bagi diri kita dan juga keluarga. Jangan sampai kita masih bermalas-malasan dan tidak mau bekerja. Kita harus malu terhadap semut-semut yang kecil ini.

Kita harus malu

Benar sekali, seharusnya kita malu dengan semut ini. Bagaimana binatang kecil yang hanya hidup sebentar saja, namun mempunyai prinsip yang teguh bagi bangsanya. Mereka siap bertempur sampai mati demi membela bangsanya. Mereka siap bersusah-payah mencari makanan demi kepentingan bersama. Mereka bersatu dan tidak berkelahi satu sama lain. 

Sedangkan kita, manusia sering bermalas-malasan, berbuat onar, saling menyalahkan satu sama lain, dan tidak sungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkan penghasilan. Atau sering menunda-nunda pekerjaan. Kita bahkan sering marah pada sahabat kita, sering menyindir teman kita yang rajin bekerja. Kita juga tidak mau bersatu. Padahal bersatu itu bisa membuat kita maju. Belajarlah pada semut yang kecil itu.

Sadarlah sekarang

Kini kita harus sadar mengenai kehidupan manusia. Manusia, yang katanya mahluk paling sempurna, ternyata masih bisa berbuat buruk terhadap manusia lainnya. Bisa bersikap egois. Tidak perduli dengan orang lain. “Yang penting saya nyaman.” 

Tentu saja kita harus lebih banyak introspeksi diri. Mungkin tanpa sadar kita sudah bertindak jauh dari keharusan yang Tuhan kehendaki. Mungkin kita sudah lupa dengan keadaan diri kita sendiri. Sehingga kita bisa saja merasa iri hati, kesal, jengkel, dan berbagai perasaan yang lainnya.

Baiklah mulai saat ini, kita lupakan segala persoalan pribadi kita. Mari kita lebih memandang kasih Tuhan di sepanjang hidup kita. Bukankah Dia selalu meyertai kita setiap saat? Tetapi kita cepat sekali melupakan kebaikanNya. Terpujilah Tuhan atas segala yang telah dikaruniakanNya kepada kita. Ampuni kami ya Tuhan. Amin.

Yohannes Lie, Jumat 20 September 2019
Sumur Batu, Kamis 31 Oktober 2019
Heartline, GPdI Agape, Selasa 6 Desember 2022