Minggu, 08 Mei 2022

Farisi dan Pemungut Cukai

 Perumpamaan


Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. (Mat. 21:31b)

Perumpamaan Farisi dan Pemungut Cukai

Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.
 
Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
 
Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."(Luk.18:9-14)

Pemimpin Agama Yahudi

Di kalangan Yahudi ada 3 kelompok pemimpin agama, yaitu Saduki, Ahli Taurat, dan Farisi. Kelompok Saduki, diduga berasal dari nama imam Zadok, hanya percaya pada lima kitab Musa. Karena kelima kitab itu tidak membahas kehidupan sesudah kematian, kelompok ini tidak percaya kebangkitan. Yesus menyebut mereka sesat. (Mat. 22:29) 

Ahli Taurat adalah orang yang belajar hukum Taurat dan hapal isi dan nubuatan dalam kitab ini. Dialah tempat orang Yahudi bertanya soal hukum Taurat. Kaum Farisi adalah kelompok orang yang sangat taat menjalankan hukum Taurat dan adat istiadat Yahudi yang tertuang dalam kitab Talmud. 
 
Ketiga kelompok ini amat berpengaruh dalam hidup keagamaan bangsa Yahudi. Mereka menjadi pemimpin agama bangsa Yahudi. Mereka menganggap diri mereka suci dan benar, serta menganggap orang di luar kelompok mereka sebagai orang berdosa yang akan menerima hukuman Allah.

Posisi mereka

Yesus mengakui posisi mereka dalam tata ibadah Yahudi, "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” (Mat. 23:2-3) Jadi karena mereka menduduki kursi Musa, orang Yahudi harus menuruti dan melakukan ajaran mereka. Tapi ingat, ini pesan Yesus, jangan menuruti perbuatan mereka. Mengapa? Karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. 

Menjadi jemaat Gereja

Seandainya saat ini ada orang Farisi menjadi jemaat di gereja, pasti kita akan kagum padanya. Bayangkan, dia rajin beribadah, hapal isi Alkitab, puasa seminggu dua kali, membayar perpuluhan dengan tepat, menjaga kekudusan diri dari kenajisan dan perzinahan, dan mahir mengajar kitab suci. Kita akan menganggap prilaku mereka demikian baik karena menjalankan perintah Tuhan dalam beribadah.
 
Bahkan Yesus berkata, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. (Mat. 5:20) Bukan main hidup keagamaan mereka. Sedangkan, dalam kenyataannya banyak hidup keagamaan umat Kristen malah berada jauh di bawah mereka.
 
Namun Yesus mencela orang Farisi karena munafik, sombong, memandang rendah orang lain, suka dipuji, menghakimi, dan hamba uang. Sifat itu disebut ragi Farisi. Yesus berkata, "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap ragi orang Farisi dan Saduki." (Mat. 16:6) Itu ajaran Yesus agar kita waspada terhadap ragi Farisi dan Saduki. Namun, faktanya justru banyak orang Kristen memperlihatkan secara jelas ragi Farisi dan Saduki ini dalam kehidupan mereka. Sikap mereka jauh dari kebenaran Tuhan.

Pemungut Cukai

Siapakah pemungut cukai itu? Pemungut cukai ialah orang Yahudi yang menjadi petugas untuk menarik pajak dari rakyat Yahudi untuk disetorkan pada penjajah, yaitu bangsa Romawi. Tentu saja para pemungut cukai ini amat dibenci umat Israel karena mereka dianggap pengkhianat yang bekerja untuk kepentingan penjajah dan memeras rakyat. Mereka dijuluki orang berdosa dan dipadankan dengan pelacur. Dipandang amat rendah oleh bangsa Yahudi.

Memposisikan Diri

Pada kisah di muka, orang Farisi menyampaikan doa syukur, tapi sayangnya bukan atas kebaikan Allah melainkan atas kebaikan diri sendiri dan ia juga merendahkan orang lain. Sebaliknya, doa si pemungut cukai adalah doa penyesalan dan permohonan ampun atas dosanya. Allah membenarkan doa pemungut cukai ini sedangkan orang Farisi itu tidak. 
   
Manusia senang memposisikan diri pada sesuatu yang menguntungkan. Dalam kisah Daud lawan Goliat, anak sekolah Minggu akan memposisikan diri sebagai Daud, bukan Goliat. Membaca kisah ini, kita pun akan memposisikan diri sebagai pemungut cukai yang dibenarkan Allah, bukan sebagai orang Farisi. Karena kita tidak setuju atas sikap orang Farisi itu. Namun, sama seperti nabi Natan menunjuk Daud (2 Raja-raja 12:7a) "Engkaulah orang itu!”, saat ini pun mungkin Firman Tuhan berkata, “Engkaulah si Farisi itu!” Bukankah tanpa sadar kita sering bertindak seperti orang Farisi itu?

Tuhan melihat hati

Pandangan manusia dan Allah itu amat berbeda. Manusia melihat dari sisi lahiriah sedangkan Allah melihat jauh ke dalam hati. “Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya." (Yer. 17:10) 
 
Kita sering salah dalam menilai, tetapi Allah tidak pernah salah. Bisa saja orang akan menilai diri kita baik karena tertipu dengan penampilan kita. Mereka memuji dan bahkan menyanjung-nyanjung kita sehingga kita terlena dan berpikir, “Benar juga, saya orang baik. Bukankah saya tidak seperti si A yang hidup dalam dosa?” Tanpa sadar kita telah terjebak berperan seperti Farisi itu. 

Waspadalah terhadap ragi Parisi

Waspadalah terhadap ragi Farisi yang selalu mengintai dari dalam hati kita. Saat pelayanan kita berhasil, kita sering dipuji atau memuji diri sendiri. Saat menerima pujian, rasanya kita terbang melayang tinggi, mengagumi diri sendiri. Berhati-hatilah, karena di balik pujian itu, ada lubang maut besar menganga siap menelan kita ke dalamnya.
 
Ingat ajaran Tuhan Yesus, “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Luk. 17:10). 
 
Lebih baik Tuhan yang memuji dan menyebut kita sebagai hamba yang baik dan setia (Mat 25:21), bukan kita yang memuji dan menilai baik diri kita sendiri. Tuhan memberkati. Amin.

Yohannes Lie, Samaria Ministri, Senin 21 Maret 2011
Heartline, Jumat 6 Juli 2018
Pdt Jacob Keliduan, Pasir Sakti, Minggu 8 Mei 2022