"Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Mat. 7:3)
Perumpamaan
Kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini. “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.
Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini.” (Luk. 18:7-9)
Apakah Tuhan berkenan?
Perhatikanlah! Orang Farisi ini mengucap syukur kepada Allah. Tapi sayangnya bukan atas kemurahan Tuhan kepada dirinya, tetapi semata-mata karena dia tidak sama dengan orang lain. Dia bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, bahkan dia berkata bukan pula seperti pemungut cukai itu. Sebetulnya ini bukan ucapan syukur, tetapi pernyataan sifat sombong, Seolah-olah memberitahu kepada Tuhan bahwa hidupnya penuh dengan kesucian, tidak seperti orang lain. Berarti dirinya menganggap rendah orang lain.
Apakah Allah berkenan atas doanya? Sama sekali tidak! Dia telah menghakimi orang lain dan merasa sombong sekali. Dia merasa yakin bahwa Allah amat berkenan kepadanya, tetapi kenyataannya Allah sama sekali tidak berkenan kepadanya. Itulah upah bagi siapa saja yang berusaha meninggikan dirinya dan bersikap menghakimi orang lain.
Hati-hati dengan ragi Farisi
Mungkin kita sudah sering membaca atau mendengar kisah ini. Kita selalu berkata "amin" ketika mendengarnya. Memang orang Farisi itu merasa sombong sekali. Pantaslah dia tidak dihargai Tuhan. Kita tidak mungkin akan bertindak seperti dirinya.
Tetapi sadarkah kita kalau ternyata kita juga sering bertindak seperti itu tanpa menyadarinya? Hati-hatilah dengan ragi orang Farisi yang secara halus sudah merasuki hati kita. "Ah, tidak mungkinlah kita melakukannya. Tindakan itu bersifat jahat sekali. Bukankah kita orang Kristen yang selalu patuh pada ajaran Tuhan." Tapi marilah kita merenung lebih lanjut.
Sudah merasa suci
Kita menyadari kalau sudah banyak membaca ayat di Alkitab. Bahkan mungkin sudah membaca habis seluruh Alkitab. Sudah hapal. Kalau ditanya ada dimana ayat ini? Kita langsung jawab, ada di kitab anu pasal sekian dan ayat sekian.
Mungkin kita sudah memberikan renungan bagi orang lain. Sehingga orang yang merasa diberkati ada banyak sekali. Yang berdosa sudah bertobat. Semua karena mendengar kotbah kita. Kita juga rajin puasa, tidak seperti orang lain yang ada di luar sana. Kita juga rajin ibadah.
Itulah kita yang sudah merasa hebat, suci, dan benar. Tuhan pasti sudah menyiapkan upah yang besar bagi kita. Tapi tahukah kita? Bahwa sebenarnya semua itu sama seperti tindakan orang Farisi tadi yang merasa dirinya benar. Ketika kita merasakan betapa hebatnya kita di hadapan Tuhan, walau pun mulut kita selalu merendahkan diri, kita sudah sama seperti orang Farisi itu.
Ingatlah bahwa ketika kita melakukan semua tugas dari Tuhan, kita harus mengatakan “Aku berbuat itu semua karena sudah diperintahkan oleh Tuhan. Aku tidak ada apa-apanya.” Ya benar itu semua karena kasih dan anugerah semata-mata dari Tuhan.
"Demikian jugalah kamu: Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan" (Luk. 17:10)
Tanpa sadar
Sering tanpa sadar ketika kita melihat kesalahan orang lain, kita segera menghakiminya. Bukankah kita merasa sudah suci dan sudah benar-benar berbuat baik, persis sama dengan orang Farisi. Kita keluarkan ayat-ayat Firman Tuhan untuk menghantamnya. Kita nasihati dia. Tapi kita terkadang lupa kalau kesalahan yang sudah kita lakukan, ternyata juga ada banyak.
Kita sering berkata kepada lawan bicara kita, “Ah, kamu itu sesat!” Bukankah Yesus juga sering berkata, “Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti kitab Suci maupun kuasa Allah!” (Mat. 22:29) Ya, Yesus berkata seperti itu karena Dia tahu semua yang benar. Tetapi kita? Bisakah kita mengetahui apakah pendapat itu benar atau sesat? Keluarkanlah balok dari mata kita lebih dahulu, barulah kita mengeluarkan selumbar di mata saudara kita. (Luk. 6:42)
Jangan menjadi orang munafik
Yesus menyebut orang seperti itu sebagai orang munafik. Orang yang tidak menyadari kalau sebenarnya dirinya sudah berbuat salah kepada orang lain. Kita sudah menghakimi mereka. Kita yang juga sering melakukan kesalahan, bagaimana mungkin bisa bersifat adil
Sering kita mengutuk orang Farisi. Tetapi tanpa sadar justru kita sudah mengikutinya. Ya sering kali kita bertindak seperti itu karena tanpa sadar. Oleh karena itu, marilah kita segera minta pengampunan dari Tuhan. Dan yang paling penting kita jangan mengulanginya lagi. Maka Tuhan akan mengampuni kita. Jangan sampai kita terus melakukannya karena merasa tindakan kita sudah benar, padahal salah.
Penutup
Ya Tuhan, sebagai manusia biasa, aku sering melakukan hal-hal yang amat menyakiti hatiMu. Aku sering merasa diri benar dan sering menghakimi orang lain. Ampunilah diriku ya Tuhan. Aku tidak akan melakukannya lagi. Ingatkan aku selalu ya Tuhan.
Tuhan memberkati. Amin.