“Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. (Luk. 2:20)
Sukacita menyambut Natal
Sampailah kita di bulan Desember menjelang peringatan Natal. Beberapa gereja merayakan awal bulan. Menghias rumah, memasang pohon natal, membeli baju baru. Guru dan anak Sekolah Minggu berlatih keras untuk tampil dalam acara. Panitia Natal sibuk mencari dana, menyusun acara, mempersiapkan kostum dan latihan paduan suara
Banyak gereja menampilkan acara hebat, dengan musik dan sound system canggih, mengundang artis terkenal, dan menampilkan berbagai atraksi seru. Semua bersukacita dan gembira menyambut kelahiran Yesus Sang Juruselamat dunia. Itulah wujud sukacita umat Kristen menyambut Natal.
Merenungkan makna Natal
Di balik kemeriahan itu, apakah kita merenungkan makna kelahiran Kristus? Ataukah sekedar bersukaria, makan-minum, salaman, tukar kado, pakaian dan sepatu baru? Lihatlah beberapa orang Kristen justru mabuk-mabukan, foya-foya, hura-hura di hari kudus ini.
Jika merenungkannya, kita akan memahami makna rohani kelahiran Yesus. Yaitu makna kasih Allah. Yesus rela lahir dan mati demi menyelamatkan umat manusia dari kebinasaan kekal menuju kebahagiaan kekal di sorga. (Yoh 3:16)
Kerendahan Hati
Natal juga merupakan wujud sikap rendah hati dan kesederhanaan Allah Maha Kuasa, Pencipta langit dan bumi, Maha Tinggi yang penuh kemuliaan. Dia rela turun ke dunia yang penuh dosa menjijikkan, hina dan kotor ini menjadi manusia, lahir dan hidup sederhana, serta turut merasakan penderitaan dunia.
Tidak hanya itu, Dia bahkan rela direndahkan, dihujat, dihina, ditampar, disiksa, digantung di kayu salib tanpa kemarahan, sakit hati, dan dendam. “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Filipi 2:8)
Memilih kesederhanaan
Sesungguhnya jika Yesus mau, Dia bisa turun ke dunia dengan segala kemuliaan dan kekuasaanNya. Dia bisa mengambil alih seluruh kekuasaan dunia ini dan duduk di tahta kerajaan dan memerintah seluruh umat manusia. Tidak ada yang bisa menghalangiNya. Namun itu tidak dilakukanNya.
Dia memilih menjadi teladan dalam sikap rendah hati dan sederhana. Dia tidak memilih lahir sebagai anak maharaja, tapi dari keluarga sederhana. Orangtua Yesus bukan raja, imam besar, orang kaya, atau tokoh terpandang, namun tukang kayu sederhana.
Yesus tidak memilih lahir di kota mulia Yerusalem, tapi di kota kecil Betlehem, sesuai nubuatan Mikha 5:1. Dia tidak memilih lahir di istana raja tapi rela di kandang hewan yang bau dan dibaringkan di palungan kotor, kasar dan keras dengan beralaskan jerami kering.
Ketika Yesus lahir, tidak ada sorak-sorai, sambutan pejabat, atau kehadiran artis terkenal. Orang sekitarNya pun tidak menyadari dan tidak peduli. Dia hanya ditemani hewan ternak dan hanya dikunjungi para gembala.
Itulah makna kerendahan hati dan kesederhanaan. Sesungguhnya Dia adalah Allah yang Maha Tinggi yang rela menjadi rendah supaya kita yang hina ini dapat diangkat menjadi anak Allah yang Maha Tinggi.
Kesukaan besar
Berita kesukaan besar telah diwartakan oleh para malaikat atas kelahiran sang Juru Selamat dunia. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.” (Luk. 2:10-11)
Karena itu wajiblah kita bersukacita, bukan dengan memuaskan kedagingan kita, tapi dengan sikap rendah hati dan sederhana sesuai teladan Tuhan Yesus.
Natal dengan rendah hati
Yesus menjadi teladan dalam rendah hati dan sederhana. “Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yoh. 13:15)
Kita boleh merayakan sukacita Natal dengan meriah namun jangan berlebihan. Marilah bukan hanya di saat Natal saja, namun setiap saat, kita meneladani makna sesungguhnya dari kelahiran Yesus. Nyatakan sikap rendah hati dan kesederhanaan itu dalam seluruh kehidupan kita. Amin
Yohannes Lie, Heartline Jumat 2 Desember 2016