“Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.” (Kol 3:18-19)
Kesetaraan suami dan isteri
Dalam hubungan suami isteri, Alkitab mengajarkan agar keduanya saling melengkapi dalam membangun keluarga. Ayat di atas jelas sekali menunjukkan adanya kesetaraan antara suami dan isteri. Isteri tunduk kepada suami, dan suami mengasihi serta tidak berlaku kasar pada isteri.
Jelaslah suami dan isteri bersama-sama bertanggung-jawab menjaga keharmonisan keluarga. Jadi bukan hanya tanggung jawab pria sebagai kepala keluarga, tapi juga tanggung jawab istri sebagai penolong suami. Dengan demikian maka terjalinlah hubungan baik dan harmonis antar keduanya.
Hal itu umumnya disadari oleh para suami dan istri, tapi ternyata cukup sulit dilaksanakan oleh keduanya. Sering kali terlihat bahwa suami sangat dominan dalam mengambil keputusan tanpa lebih dulu dirundingkan dengan isteri. Atau di dalam keluarga lain, justru isterilah yang memegang kendali atas seluruh persoalan dalam keluarga tanpa campur tangan suami.
Jadi isteri dinasihati agar tidak terlalu banyak bicara dan membantah suami, namun dengan hidupnya yang murni, saleh dan tunduk, justru memenangkan hati sang suami. Dengan demikian jika suami sedang tidak taat kepada Firman Tuhan, mereka akhirnya menyerah dan mau berubah.
Jadi walaupun suami berperan sebagai kepala keluarga, dia harus menghormati isterinya. Hidup bijaksana dengan sang isteri. Tidak mengabaikan pendapat isteri, tapi harus dipertimbangkan baik-baik sebelum mengambil keputusan penting. Jika suami bertindak demikian, maka doanya akan didengar Allah sehingga keluarga itu diberkatiNya secara rohani dan jasmani
Jelaslah suami dan isteri bersama-sama bertanggung-jawab menjaga keharmonisan keluarga. Jadi bukan hanya tanggung jawab pria sebagai kepala keluarga, tapi juga tanggung jawab istri sebagai penolong suami. Dengan demikian maka terjalinlah hubungan baik dan harmonis antar keduanya.
Hal itu umumnya disadari oleh para suami dan istri, tapi ternyata cukup sulit dilaksanakan oleh keduanya. Sering kali terlihat bahwa suami sangat dominan dalam mengambil keputusan tanpa lebih dulu dirundingkan dengan isteri. Atau di dalam keluarga lain, justru isterilah yang memegang kendali atas seluruh persoalan dalam keluarga tanpa campur tangan suami.
Kesalehan istri memenangkan suami
Petrus menulis pesan kepada isteri, "Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu." (1 Pet 3:1)Jadi isteri dinasihati agar tidak terlalu banyak bicara dan membantah suami, namun dengan hidupnya yang murni, saleh dan tunduk, justru memenangkan hati sang suami. Dengan demikian jika suami sedang tidak taat kepada Firman Tuhan, mereka akhirnya menyerah dan mau berubah.
Agar doa suami didengar Allah
Kepada para suami, Petrus juga berpesan, “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Pet 3:7)Jadi walaupun suami berperan sebagai kepala keluarga, dia harus menghormati isterinya. Hidup bijaksana dengan sang isteri. Tidak mengabaikan pendapat isteri, tapi harus dipertimbangkan baik-baik sebelum mengambil keputusan penting. Jika suami bertindak demikian, maka doanya akan didengar Allah sehingga keluarga itu diberkatiNya secara rohani dan jasmani
Suami-Isteri Tradisional
Pola hubungan suami-isteri tradisional adalah suami berperan sebagai kepala keluarga yang dominan dan isteri berperan sebagai bagian dari suami. Suami mencari nafkah di luar rumah dan isteri mengurus keluarga di dalam rumah. Peran itu muncul awalnya karena pada zaman dulu, amat berbahaya bagi wanita untuk keluar rumah. Mereka bisa diserang binatang buas atau bahkan oleh manusia bejat.
Akibatnya kemudian ada pandangan yang merendahkan peran isteri. Isteri dianggap hanya sebagai “konco wingking” (teman di belakang) yang ruang geraknya berkisar di tempat tidur, dapur, dan kamar mandi. Artinya tugas isteri hanya melayani suami di kamar, masak di dapur, mencuci, melahirkan dan mengurus anak.
Akibatnya kemudian ada pandangan yang merendahkan peran isteri. Isteri dianggap hanya sebagai “konco wingking” (teman di belakang) yang ruang geraknya berkisar di tempat tidur, dapur, dan kamar mandi. Artinya tugas isteri hanya melayani suami di kamar, masak di dapur, mencuci, melahirkan dan mengurus anak.
Dengan demikian isteri menjadi amat tergantung pada suami sehingga dia harus tunduk pada suami. Anak laki-laki diberi kesempatan meraih pendidikan lebih tinggi daripada anak wanita. Akibatnya wanita kalah cerdas dan tidak berdaya menghadapi persoalan hidup ini.
Suami-Isteri Modern
Pada zaman modern saat ini, ada banyak pekerjaan pria dapat ditangani wanita. Pendidikan wanita berimbang dengan pria. Kesempatan kerja dan berkarir terbuka luas. Wanita bisa lebih pintar, lebih sukses, berpenghasilan lebih banyak, dan bahkan lebih berkuasa daripada pria.
Wanita bisa jadi dokter, pengusaha, bahkan presiden. Sebaliknya, para pria yang kalah bersaing dengan wanita bisa kehilangan pekerjaan. Hal ini berdampak pada pola hubungan keluarga. Banyak suami yang tidak lagi menjadi kepala dalam keluarga.
Jika situasi keluarga sudah seperti ini, suami tetap bersikeras menuntut isteri harus tunduk padanya, yang terjadi adalah, isteri bukan tunduk, tapi justru malah melawan. Biasanya lalu suami marah. Sehingga hubungan keluarga tidak lagi harmonis dan saling adu kekuasaan. Pola ini banyak menimbulkan masalah.
Munculnya hubungan terbalik
Sang isteri menjadi kepala keluarga dan suami harus tunduk kepada isteri. Mengapa jika pola hubungan suami-istri terbalik, terjadi masalah? Diperkirakan masalah itu terjadi karena adanya pola keluarga tradisional yang sudah tertanam ribuan tahun dan membentuk budaya. Suami berpikir, dialah pemimpin keluarga yang harus dihormati. Bila itu dilanggar isteri, dia marah.
Wanita sebenarnya juga ingin suaminya menjadi pemimpin keluarga yang kuat, cerdas, melindungi dan memberi rasa aman. Jadi wanita berharap suami lebih hebat dari dirinya. Jika itu tidak ditemui pada diri suaminya, ia kecewa dan memandang rendah sang suami. Inilah yang kemudian terjadi.
Wanita sebenarnya juga ingin suaminya menjadi pemimpin keluarga yang kuat, cerdas, melindungi dan memberi rasa aman. Jadi wanita berharap suami lebih hebat dari dirinya. Jika itu tidak ditemui pada diri suaminya, ia kecewa dan memandang rendah sang suami. Inilah yang kemudian terjadi.
Hubungan Keluarga Jepang
Masyarakat Jepang di zaman modern justru menganut pola keluarga tradisional. Umumnya wanita setelah menikah lalu berhenti bekerja demi mengurus keluarga dan mendidik anak. Mereka tidak ingin pendidikan anak terabaikan. Jadi anak akan dibimbing oleh si ibu, yang sekolahnya pun tidak kalah dengan suaminya.
Dengan pola keluarga seperti ini, Jepang memiliki anak yang cerdas dan keluarga yang harmonis. Jarang terjadi perceraian dan perselingkuhan. Tentu saja itu pola seperti itu dapat diterapkan di Jepang karena penghasilan sang suami cukup untuk menafkahi keluarganya.
Dengan pola keluarga seperti ini, Jepang memiliki anak yang cerdas dan keluarga yang harmonis. Jarang terjadi perceraian dan perselingkuhan. Tentu saja itu pola seperti itu dapat diterapkan di Jepang karena penghasilan sang suami cukup untuk menafkahi keluarganya.
Hubungan Keluarga Amerika
Di negara Amerika hampir semua isteri bekerja. Di samping karena membutuhkan penghasilan sendiri, mereka juga ingin menunjukkan eksistensinya. Dan karena kesetaraan gender seperti inilah, suami tidak lagi menuntut isteri harus tunduk padanya.
Namun pola keluarga seperti ini tetap menimbulkan masalah. Karena kesibukan suami dan isteri, anak menjadi tidak dekat dengan mereka. Akibatnya banyak anak memberontak, kabur dari rumah, terlibat narkoba, dan terpapar dengan hubungan seks bebas. Disamping itu banyak terjadi perselingkuhan dan perceraian dalam keluarga.
Namun pola keluarga seperti ini tetap menimbulkan masalah. Karena kesibukan suami dan isteri, anak menjadi tidak dekat dengan mereka. Akibatnya banyak anak memberontak, kabur dari rumah, terlibat narkoba, dan terpapar dengan hubungan seks bebas. Disamping itu banyak terjadi perselingkuhan dan perceraian dalam keluarga.
Hubungan Keluarga Indonesia
Di Indonesia, penghasilan suami umumnya tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Isteri harus turut bekerja mencari tambahan. Akibatnya suami isteri pun sulit untuk punya waktu bersama. Anak diurus pembantu. Keadaan itu diperparah dengan suami yang menuntut isteri harus tunduk pada dirinya, dalam arti sebenarnya.
Karena merasa sama-sama berpenghasilan, isteri pun tidak mau lagi tunduk pada suami, apalagi jika penghasilan suami lebih rendah atau menganggur. Inilah yang menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia.
Karena merasa sama-sama berpenghasilan, isteri pun tidak mau lagi tunduk pada suami, apalagi jika penghasilan suami lebih rendah atau menganggur. Inilah yang menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia.
Isteri tunduk pada suami
Jika demikian, apakah peraturan bahwa isteri harus tunduk pada suami sudah tidak berlaku lagi? Tentu saja Firman Tuhan tetap berlaku sampai kapan pun. Ayat itu bukan untuk menekan istri, melainkan demi keharmonisan hubungan keluarga. Suami yang mengasihi isteri akan bertanggung-jawab dan bekerja keras demi memenuhi kebutuhan keluarga. Dia tidak minta dilayani tapi melayani, menghargai dan merasakan kesulitan isteri. Setia, memberi rasa aman, dan membimbing keluarga dalam kebenaran.
Demikian pula isteri yang berpenghasilan atau berkarir lebih tinggi dari suaminya, tetap harus tunduk pada suami untuk menghargai suaminya. Tidak mengajak suami bertengkar. Jika beda pendapat menyampaikannya dengan lembut. Tidak menuntut hal-hal di luar kemampuan suami. Melakukan tugasnya sebagai penolong suami. Jika suami mengalami kegagalan usaha, tidak menyalahkan tapi tetap memberi semangat dan selalu mendoakan.
Ayat-ayat di atas bukan berbicara mengenai kekuasaan suami atas isteri melainkan nasihat membentuk keluarga bahagia yang saling melengkapi, memahami, menghormati, dan mengasihi. Dalam mengambil keputusan penting, suami-isteri berunding sehingga keduanya siap menanggung resiko akibat keputusan itu. Jangan mau menang sendiri atau memaksa kehendak
Refleksi Diri
Renungkan, apakah hubungan saya dengan pasangan hidup saya sudah harmonis sesuai Firman Tuhan? Atau justru saling tindas dan menghina? Jangan gunakan Firman Tuhan untuk memaksa istri agar tunduk atau menuntut suami agar mengasihi. Bukankah lebih menyenangkan jika istri tunduk atau suami mengasihi, bukan karena terpaksa, melainkan karena kerelaan hati? Tuhan memberkati. Amin
Yohannes Lie, Samaria Ministri, Senin 20 Pebruari 2012
Heartline, Jumat 13 April 2018